Sabtu, 23 Oktober 2010

parents vs children

"halloooo! Anda lah orang tuanya yaa... kenapa harus jadi saya yang kudu bicara panjang lebar tentang keinginanmu??"

itu yang ada di pikiran saya sekarang. Berkutat dengan masalah seorang teman dekat yang tengah dilema dengan masa depannya.
Dia pasti DO dari kampusnya. DO! nggak main-main. Hal ini sebenarnya buntut panjang dari masalah-masalah yang hampir sama telah terjadi sebelumnya sejak dia bersekolah menengah atas.
Orang tua yang dia anggap tidak mendukung pendidikan nya, sementara orang tua menganggap si anak tidak menjalankan kewajiban dan hak  secara seimbang.
Entah apa yang salah. kurang komunikasi atau malah tidak bisa berkomunikasi dengan baik? semua kepentingan ngga pernah bertemu dan saling dipertahankan dengan kuatnya.
Lalu, bagaimana bisa menemukan solusi? tidak ada yang mau mengalah, tidak ada yang mau mengerti. kehadiran orang lain hanya malah serba salah.

Menurut pengamatan saya,
si Bapak: selalu marah dengan keadaan anaknya sekarang tanpa pernah mencoba mencari tahu mengapa anaknya bisa seperti itu. Selalu memutus komunikasi ketika si anak mencoba untuk menjelaskan perasaan dan kemauannya, entah dengan tiba-tiba meninggalkan lokasi perbincangan atau mengubah topik pembicaraan.
si Anak: mempunyai luka batin dengan keluarga tapi kemudian memilih pelarian yang sebenarnya dia tahu itu salah. Ego dan idealisme yang tidak diimbangi dengan sikap sembada (tanggung jawab kurang).

Heran deh, sebenernya ada cinta ngga sih di keluarga ini? kenapa malah saling menjatuhkan?? kenapa masih gengsi kalau memang saling membutuhkan??

dan Anda lihat posisi saya sekarang ya Tuan besar dan Tuan muda. saya hanya orang asing yang baru hadir di kehidupan Anda. Jujur saya merasa tersudut dan tidak merasa memiliki hak dan sebenarnya letih peduli dengan permasalahan ini. Yang bisa menyelesaikan masalah ini, adalah Anda. entah bagaimana caranya.  tapi yang pasti, tidak dengan acuh dengar pendapat dan saling perang ego!

Ayolah... Bapak, kasihan anakmu, dia berhak mendapatkan masa depan sesuai dengan pilihannya. dukung dia dan arahkan sesuai porsinya. Jangan kau menghindar ketika Anakmu ingin mengutarakan perasaannya. Anak, lihat orang tuamu. mereka kerja keras untukmu. setidaknya, tanamkan di pikiranmu bahwa masa depanmu kau yang tentukan oleh karena itu berpikirlah panjang dan berubahlah lebih baik!

Berbeda pendapat itu boleh, tapi tidak kemudian untuk saling menjatuhkan.
Lupakan kisah kelam kemarin, buka lembaran baru untuk masa depan bersama yang lebih baik.
Toh setiap orang memiliki kemampuan untuk belajar. Seandainya kita dibesarkan di lingkungan yang penuh kritik, kemudian membentuk karakter kita menjadi mudah tidak percaya diri, bukan berarti harga mati.
Ketika menyadari ada kekurangan, kita bisa melakukan pemograman ulang kan? Meski tentu saja sangat tidak mudah.
Dan yang penting, berkomitmen untuk tidak mengulang pola, jika menurut kita kurang pas, yang diberikan orangtua ke anak-anak mereka.

Sebuah puisi karya Dorothy:

Jika anak hidup dengan kritikan,ia akan belajar untuk mengutuk.
Jika anak hidup dengan kekerasan, ia akan belajar untuk melawan.
Jika anak hidup dengan ejekan, ia akan belajar untuk menjadi pemalu.
Jika anak hidup dengan dipermalukan, ia akan belajar merasa bersalah.


Jika anak hidup dengan toleransi, ia akan belajar bersabar.
Jika anak hidup dengan dorongan, ia akan belajar percaya diri.
Jika anak hidup dengan pujian, ia akan belajar untuk menghargai.
Jika anak hidup dengan tindakan yang jujur, ia akan belajar tentang keadilan.
Jika anak hidup dengan rasa aman, ia akan belajar untuk mempercayai.
Jika anak hidup dengan persetujuan, ia akan belajar untuk menghargai dirinya.
Jika anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan, ia akan belajar untuk menemukan cinta di muka bumi ini.


Saya mendokan yang terbaik untuk Anda dan keluarga. Gusti mboten sare.. Amin.